Memahami 5 Tren AI Krusial untuk Tahun 2025 dan Munculnya Agen AI

agen ai dan trend ai tahun 2025

Kita saat ini berada di tengah-tengah gelombang transformasi yang dipicu oleh Generative Artificial Intelligence (GenAI). Teknologi ini bukan lagi sekadar konsep futuristik, melainkan sudah menjadi bagian integral dari strategi bisnis modern. Data menunjukkan tingkat kepercayaan yang signifikan terhadap GenAI; 81% eksekutif C-suite menyatakan tingkat kepercayaan sedang hingga tinggi dalam penggunaannya, sementara 66% pemimpin di bidang data, analitik, dan IT telah menginvestasikan lebih dari $1 juta untuk GenAI dalam 12 bulan terakhir. Angka-angka ini menggarisbawahi betapa seriusnya dunia usaha menyikapi potensi AI generatif.

Namun, revolusi ini baru saja dimulai. Babak selanjutnya yang diprediksi akan membawa perubahan lebih transformatif adalah kemunculan Agen AI (AI Agents) dan sistem agentic. Berbeda dengan AI konvensional yang fokus pada analisis, Agen AI dirancang untuk bertindak dan mengambil keputusan secara otonom. Firma riset Gartner® bahkan memproyeksikan bahwa pada tahun 2028, setidaknya 15% keputusan operasional harian akan dibuat secara mandiri oleh Agen AI, meningkat drastis dari nol persen pada tahun 2024.

Agen AI memiliki kemampuan luar biasa untuk menganalisis set data kompleks dengan cepat, mengidentifikasi pola tersembunyi, dan melaksanakan tugas secara mandiri. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk mengatasi hambatan pemodelan data tradisional, mempercepat waktu pengambilan tindakan secara signifikan, dan membuka skala baru dalam pemecahan masalah. Mereka bukan lagi sekadar pengamat, melainkan pelaku aktif dalam ekosistem bisnis.

Di tahun 2025, lanskap ini menuntut lebih dari sekadar adaptasi; ia menuntut inovasi proaktif. Perusahaan dan individu tidak bisa lagi hanya bertahan, melainkan harus berinovasi untuk menciptakan nilai tambah. Konsep “reckoning” atau momen penentuan menjadi relevan —saatnya mempertanggungjawabkan tindakan (atau ketiadaan tindakan) dalam menghadapi era AI yang baru ini.

Untuk membantu navigasi di era baru ini, berikut adalah lima tren AI utama yang diprediksi akan mendominasi tahun 2025, berdasarkan laporan tersebut:

1. Komoditisasi GenAI dan Urgensi Membangun AI yang Terdeferensiasi

Seiring dengan semakin meluasnya ketersediaan alat GenAI dan, kemungkinan besar di tahun 2025, Agen AI, hambatan untuk mengakses kapabilitas AI dasar akan semakin rendah. Ini berpotensi menyamaratakan persaingan bagi solusi AI yang tidak memiliki keunikan. Fenomena ini dikenal sebagai “perangkap komoditas” (commodity trap): perusahaan terus mengeluarkan biaya signifikan untuk teknologi yang tidak lagi memberikan keunggulan kompetitif.

Investasi pada GenAI diperkirakan akan terus meningkat; 88% organisasi berencana menaikkan investasi GenAI mereka untuk tahun 2025 dibandingkan tahun 2024. Namun, untuk menghindari perangkap komoditas, investasi ini harus diarahkan secara strategis. Bagaimana caranya?

  • Fokus pada Inovasi Berbasis ROI
    Kembangkan aplikasi AI yang inovatif, memberikan Return on Investment (ROI) yang jelas, dan secara spesifik menjawab tantangan serta peluang unik perusahaan Anda.
  • Bergerak Menuju Agen AI
    Manfaatkan sistem keputusan berbasis AI (Agen AI) yang dapat memberikan wawasan instan dan selalu tersedia.
  • Integrasikan Perangkat yang Tepat
    Adopsi tooling dan perangkat lunak yang mendukung pengembangan AI terdeferensiasi. Data menunjukkan bahwa 26% eksekutif data, analitik, dan IT menempatkan tooling dan software sebagai komponen terbesar dalam investasi GenAI mereka. Platform seperti Dataiku memungkinkan pengembangan kasus penggunaan tingkat lanjut dengan menggabungkan teknik Machine Learning (ML) dan GenAI, serta memberdayakan pengguna teknis maupun non-teknis.

Dengan kata lain, sekadar menggunakan GenAI saja tidak cukup. Perusahaan perlu membangun solusi AI yang unik, strategis, dan memberikan keunggulan kompetitif yang nyata.

2. Tekanan Menguantifikasi ROI GenAI Semakin Menguat

Meskipun antusiasme terhadap GenAI tinggi, tekanan untuk membuktikan nilai ekonomisnya juga semakin besar. Sebanyak 85% pemimpin data, analitik, dan IT merasakan tekanan dari C-suite untuk menguantifikasi ROI dari inisiatif GenAI. Meskipun 72% dari mereka melaporkan ROI positif dari proyek GenAI yang sudah berjalan, proses pengukuran itu sendiri penuh tantangan.

Mayoritas (59%) mengklaim mengukur ROI secara kuantitatif, namun 37% masih mengandalkannya secara kualitatif. Tantangan utama yang dihadapi meliputi:

  • Kesulitan Mengisolasi Dampak
    Sulit memisahkan kontribusi spesifik GenAI dari pengaruh teknologi atau inisiatif lain (tantangan terbesar bagi 26% responden).
  • Kurangnya Metrik Jelas
    Belum adanya metrik atau benchmark standar untuk mengukur kesuksesan GenAI (tantangan terbesar bagi 29% responden).
  • Biaya Awal vs. Manfaat Jangka Panjang
    Tingginya biaya investasi awal dibandingkan dengan manfaat jangka panjang yang belum pasti (tantangan terbesar bagi 24% responden).
  • Atribusi Biaya LLM
    Kesulitan mengatribusikan biaya layanan atau penggunaan Large Language Model (LLM) ke inisiatif atau pengguna spesifik (tantangan terbesar bagi 22% responden).

Munculnya Agen AI, yang secara inheren lebih kompleks dan terintegrasi dengan alur kerja yang ada, diprediksi akan semakin mempersulit pengukuran ROI. Dengan nilai investasi yang begitu besar, dewan direksi dan pemangku kepentingan menuntut hasil yang terukur. Oleh karena itu, para pemimpin bisnis harus bergerak melampaui ukuran keberhasilan kualitatif dan mendefinisikan hasil finansial serta operasional yang konkret.

Diperlukan kerangka kerja baru untuk mengevaluasi dampak GenAI, dengan fokus pada peningkatan produktivitas, penghematan biaya, percepatan waktu peluncuran produk ke pasar, dan hasil terukur lainnya. Platform seperti Dataiku dapat membantu mempercepat pengujian, iterasi, dan perbandingan kasus penggunaan GenAI untuk mengidentifikasi inisiatif ber-ROI tinggi sebelum diskalakan. Contoh nyata termasuk penghematan waktu hingga 70% dalam identifikasi prospek penjualan oleh Heraeus dan pengurangan waktu hingga 90% untuk mendapatkan wawasan oleh Novartis.

3. Mengelola ‘Kekacauan LLM’ dan Menghadapi Serbuan Agen AI

Kompleksitas dalam ekosistem AI tidak hanya datang dari pengukuran ROI, tetapi juga dari pengelolaan teknologinya itu sendiri. Fenomena yang disebut “LLM Mess” atau kekacauan LLM sudah mulai terasa. Mayoritas organisasi (73%) kini mengadopsi pendekatan multi-LLM, menggunakan beberapa model bahasa besar secara bersamaan, bukan hanya satu. Dari jumlah tersebut, 60% mengelola 2 hingga 3 LLM, sementara 40% bahkan menggunakan 4 LLM atau lebih.

Alasan utama di balik strategi multi-LLM ini meliputi:

  • Peningkatan Akurasi
    Membandingkan output dari beberapa model untuk meningkatkan akurasi dan keandalan (33% responden).
  • Fleksibilitas dan Menghindari Ketergantungan
    Diversifikasi LLM memberikan fleksibilitas dan mencegah ketergantungan pada satu vendor (31% responden).
  • Memenuhi Ekspektasi Bisnis
    Menggunakan lebih dari satu LLM untuk memenuhi kebutuhan bisnis yang beragam dengan lebih baik (26% responden).

Namun, mengelola banyak LLM dan, di masa depan, Agen AI yang ditenagai oleh LLM ini, dapat menciptakan lingkungan operasional yang kacau jika tidak ada strategi dan tata kelola yang jelas. Untuk mengantisipasi hal ini, 79% eksekutif data, analitik, dan IT telah menerapkan gateway (gerbang akses) yang aman untuk akses LLM, baik untuk semua akses (40%) maupun untuk kasus penggunaan spesifik (39%).

Solusi seperti Dataiku LLM Mesh menawarkan gerbang LLM yang komprehensif dan agnostik, memungkinkan pengelolaan multi-LLM yang efisien sambil menjaga keamanan dan fleksibilitas. Sentralisasi pekerjaan data dalam satu platform juga memfasilitasi kolaborasi dan menghindari kekacauan akibat upaya AI yang terfragmentasi.

4. Tata Kelola AI yang Solid: Kunci Menghindari Risiko Kekacauan

Seiring meroketnya adopsi AI, isu tata kelola (governance) menjadi semakin krusial. Tanpa kerangka kerja tata kelola yang jelas dan kuat, potensi AI untuk inovasi bisa dengan cepat berubah menjadi sumber risiko dan kekacauan. Kekhawatiran utama di kalangan C-suite meliputi:

  • Pelanggaran Privasi dan Keamanan Data
    Dikhawatirkan oleh 75% C-suite.
  • Kepatuhan Regulasi dan Liabilitas Hukum
    Dikhawatirkan oleh 63% C-suite.
  • Tantangan Teknis Keamanan dan Kepatuhan
    Merupakan tantangan teknis terbesar terkait GenAI bagi 28% eksekutif data, analitik, dan IT.

Menariknya, meskipun ada kekhawatiran ini, tingkat kepercayaan terhadap penggunaan GenAI tetap tinggi (81% C-suite memiliki kepercayaan moderat hingga tinggi), dan 36% C-suite masih percaya bahwa manfaat adopsi GenAI lebih besar daripada risikonya. Namun, kompleksitas yang akan dibawa oleh Agen AI hanya akan memperbesar tantangan tata kelola jika fondasi yang kuat belum dibangun.

Untuk menyeimbangkan inovasi dengan tanggung jawab, perusahaan mengambil langkah-langkah berikut:

  • Menetapkan pedoman dan kerangka kerja yang jelas untuk penggunaan GenAI (76%).
  • Mendorong budaya transparansi dan akuntabilitas dalam pengembangan AI (66%).
  • Memprioritaskan edukasi pengguna dan kesadaran tentang Praktik AI yang Bertanggung Jawab (63%).

Pentingnya keamanan dan kepatuhan juga tercermin pada pilihan LLM; bagi organisasi yang hanya menggunakan satu LLM, pertimbangan keamanan atau kepatuhan adalah faktor utama (22% responden). Platform terintegrasi yang menawarkan fitur tata kelola bawaan, seperti kemampuan untuk mendeteksi informasi sensitif (PII, konten toksik) dalam permintaan dan respons LLM, menjadi sangat penting. Sebanyak 66% eksekutif data, analitik, dan IT sedang menerapkan kebijakan tata kelola yang ketat untuk memastikan aplikasi GenAI mereka memenuhi standar privasi, regulasi, dan kualitas.

5. Resistensi Terhadap Perubahan: Risiko Terbesar Kehilangan Pekerjaan Akibat AI

Transformasi yang didorong oleh GenAI tidak hanya bersifat teknis atau operasional, tetapi juga berdampak signifikan pada sumber daya manusia dan cara kerja tim. Era baru ini menuntut pola pikir dan keterampilan baru. Resistensi terhadap perubahan bukan lagi pilihan; mereka yang menolak untuk beradaptasi berisiko menjadi yang pertama kehilangan relevansi—dan bahkan pekerjaan—karena AI.

Pentingnya literasi data dan AI ditekankan oleh 93% C-suite, yang menganggapnya sangat atau kritis penting bagi karyawan untuk dapat memahami, bekerja dengan, dan menghasilkan wawasan dari data. Namun, ada indikasi bahwa beberapa pemimpin mungkin masih memiliki pandangan yang terlalu sempit tentang potensi GenAI; 47% C-suite percaya GenAI akan lebih berdampak pada efisiensi operasional daripada inovasi terobosan. Ini menunjukkan perlunya perubahan pola pikir di tingkat kepemimpinan untuk sepenuhnya merangkul potensi transformatif AI.

Organisasi perlu bergerak melampaui pendekatan kasus-per-kasus menuju AI sistemik, di mana pemahaman dan pemanfaatan data, terutama dalam konteks GenAI, selaras di seluruh silo. Pergeseran menuju alur kerja yang digerakkan oleh AI bukan hanya tentang otomatisasi tugas, tetapi tentang membentuk ulang seluruh industri. Karyawan yang melek AI semakin dicari, sementara mereka yang gagal memperoleh keterampilan ini akan menghadapi peluang yang semakin berkurang.

Untungnya, banyak organisasi menyadari perlunya upskilling dan reskilling. Upaya peningkatan keterampilan tenaga kerja untuk bekerja efektif dengan teknologi GenAI meliputi:

  • Mempromosikan budaya belajar berkelanjutan (dilakukan oleh 78% organisasi).
  • Mendorong proyek langsung dan eksperimen dengan teknologi GenAI (dilakukan oleh 65%).
  • Menyediakan akses ke kursus online dan program sertifikasi (dilakukan oleh 64%).
  • Menawarkan program pelatihan formal dan lokakarya (dilakukan oleh 43%).

Meskipun demikian, masih ada ruang untuk pertumbuhan dalam hal hackathon, eksperimen proyek langsung, dan program mentorship dengan pakar AI. Demokratisasi AI melalui platform yang mudah diakses oleh berbagai tingkat keahlian (seperti Dataiku) menjadi kunci untuk memberdayakan karyawan, bukan menggantikan mereka.

Meraih Momentum GenAI

Revolusi GenAI bukan lagi sesuatu di masa depan; ia sudah hadir dan sedang membentuk ulang lanskap bisnis di setiap tingkatan. Dengan investasi yang melonjak, kerangka kerja tata kelola yang mengetat, dan Agen AI yang siap mengubah pengambilan keputusan, era AI sistemik telah dimulai. Namun, seperti yang diuraikan dalam lima tren di atas, perjalanan ini bukannya tanpa tantangan—mulai dari menghindari perangkap komoditas, mengukur ROI, mengelola kompleksitas teknologi, hingga memastikan tata kelola yang kuat dan memberdayakan tenaga kerja.

GenAI bukanlah sekadar gelombang teknologi lainnya; ia adalah fondasi untuk babak selanjutnya transformasi perusahaan. Pertanyaannya bukan lagi apakah organisasi Anda akan merangkul perubahan ini, melainkan seberapa efektif dan mendesak Anda akan bertindak untuk berdeferensiasi, berinovasi, dan memimpin. Biaya dari keraguan sangatlah mahal.

Pasar bergerak dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan para early adopter sudah mulai membentuk lanskap kompetitif. Menunggu berarti berisiko tertinggal dari pesaing yang lebih gesit dan kehilangan manfaat transformasional GenAI. Sekaranglah saatnya untuk terlibat, bereksperimen, dan membangun kapabilitas organisasi yang diperlukan untuk berhasil di era baru ini. Kesuksesan di zaman GenAI adalah milik mereka yang bertindak tegas hari ini.


Mengenal Apa Itu Generative Artificial Intelligence (GenAI)?

Secara sederhana, Generative AI (GenAI) adalah salah satu cabang dari kecerdasan buatan (AI) yang fokus pada penciptaan konten baru. Berbeda dengan AI tradisional yang mungkin lebih fokus pada analisis data atau pengambilan keputusan berdasarkan pola yang ada, GenAI dirancang untuk menghasilkan sesuatu yang orisinal.

Berikut beberapa poin penting mengenai GenAI:

  1. Menciptakan Konten Baru
    Kemampuan utama GenAI adalah menciptakan berbagai jenis konten yang sebelumnya tidak ada. Ini bisa berupa:
    • Teks (artikel, cerita, percakapan, kode pemrograman)
    • Gambar (ilustrasi, foto realistis)
    • Video
    • Musik atau audio
    • Desain 3D
    • Dan berbagai jenis data lainnya.
  2. Belajar dari Data
    GenAI bekerja dengan mempelajari pola dan struktur dari sejumlah besar data yang dijadikan “bahan latihan” (training data). Setelah mempelajari pola tersebut, model GenAI dapat menggunakannya untuk menghasilkan data baru yang serupa, namun tetap orisinal, seringkali berdasarkan input atau prompt (perintah) yang diberikan.
  3. Teknologi di Baliknya
    GenAI seringkali dibangun menggunakan arsitektur deep neural network yang canggih, seperti Generative Adversarial Networks (GANs), Variational Autoencoders (VAEs), dan terutama Transformer (yang menjadi dasar bagi Large Language Models atau LLMs).
  4. Contoh Populer
    Anda mungkin sudah familiar dengan beberapa aplikasi GenAI yang populer, seperti:
    • Chatbots seperti ChatGPT, Gemini, dan Copilot.
    • Generator gambar AI seperti DALL-E, Midjourney, dan Stable Diffusion.
    • Generator video AI seperti Sora.
  5. Manfaat dan Aplikasi
    GenAI memiliki banyak potensi manfaat di berbagai bidang, termasuk:
    • Pembuatan konten otomatis (pemasaran, media sosial).
    • Meningkatkan kreativitas dalam seni dan desain.
    • Membantu dalam komposisi musik.
    • Mempercepat pengembangan kode atau debugging.
    • Personalisasi pengalaman pelanggan melalui chatbot atau asisten virtual.
    • Membantu dalam penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan atau finansial.

Jadi, intinya GenAI adalah jenis AI yang bisa berkreasi dan menghasilkan output baru yang orisinal berdasarkan data yang telah dipelajarinya. Perkembangannya sangat pesat dan memiliki potensi besar untuk mengubah cara kita bekerja dan berkreasi.

Sumber: Trend Report GenAI for 2025 by Dataiku

Scroll to Top